Mayarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) adalah kesatuan produsen dan pelaku usaha yang mewakili masing-masing wilayah geografisnya untuk mampu menjaga identitas, kualitas, dan standar produksi, serta menjamin tidak adanya potensi penyalahgunaan atas produk yang telah mendapat perlindungan Indikasi Geografis.
—-
Sahang, begitulah masyarakat di Kalimantan Timur menyebut lada dalam bahasa daerahnya. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan Kalimantan Timur. Sejak zaman Hindia Belanda, Kalimantan Timur telah menjadi salah satu daerah sentra pembudidayaan lada di Asia Tenggara. Jenis lada yang ada di Kalimantan Timur disebut dengan nama Lada Malonan yang mampu berbuah hampir sepanjang tahun. Lada Malonan mulai ditanam di daerah Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara pada era tahun 1960 hingga 1970 bersamaan dengan pembangunan proyek jalan trans Samarinda – Balikpapan.
Di Kutai Kartanegara, lada mulai ditanam secara intensif oleh kaum pendatang dari Sulawesi Selatan. Menurut penuturan sejumlah tokoh masyarakat di Muara Badak, konon sejak nenek moyang mereka bermukim sudah ada lada. Populasi lada yang ada di Kalimantan Timur diduga dibawa oleh pedagang Arab bersamaan dengan penyebaran lada di Sumatera dan Jawa. Saat ini, Lada Malonan Kutai Kartanegara banyak dibudidayakan di Loa janan, terutama desa Batuah. Lada yang berkembang di desa Batuah, kecamatan Loa janan, Kutai Kartanegara mulai ditanam pada tahun 1976 oleh sejumlah petani pendatang dari Bone, Sulawesi Selatan.
Untuk meningkakan produksi Lada Malonan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Dinas Perkebunan mengembangkan area perkebunan, hingga sampai akhir tahun 2013, luas perkebunan mencapai 4.231 ha. Kementerian Pertanian pada 6 Juli 2015 juga telah menetapkan Lada Varietas Malonan sebagai Varietas Unggul. Upaya mengembalikan kejayaan Lada Malonan sebagai varietas unggul berkadar oleoresin tinggi (pedas) juga dlakukan oleh sejumlah kalangan. Tahun 2018, bersama dengan Dinas Perkebunan, Masyarakat Perlindungan Indiksi Geografis Lada Malonan Kutai Kartanegara mengajukan Lada Malonan untuk mendapatkan sertifikasi indikasi geografis. Setelah melalui proses bertahap, Lada Malonan Kutai Kartanegara akhirnya resmi mendapatkan sertifikat indikasi geografis pada Desember 2019.
Dalam menjaga keberlanjutan produksi Lada Malonan, Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Lada Malonan Kutai Kartanegara terus melakukan pembinaan dan pengawasan. Mereka tak segan untuk rutin berkeliling ke lokasi perkebunan, sehingga segala bentuk kendala dalam pengembangan lada bisa segera ditangani dengan baik agar mampu berproduksi sepanjang tahun. Tercatat kini, Lada Malonan mampu menghasilkan angka produksi rata-rata 2,17 ton per hektare per tahun. Lada Malonan yang mengandung minyak atsiri sebesar 2,35 persen dan oleoserin 11,23 persen makin menempati papan atas pasar lada, baik nasional maupun global.
Indikasi Geografis adalah tanda yang menunjukkan dari mana suatu produk berasal, yang karena faktor geografis seperti alam dan manusia atau keduanya menghasilkan reputasi, kualitas, dan karakter tertentu. Sebagai hak eksklusif yang diberikan negara kepada daerah asal suatu produk, Indikasi Geografis bersifat teritoris dan lokalitas, yang secara tegas tidak bisa digunakan untuk produk sejenis yang dihasilkan dari wilayah lain.
Sistem Indikasi Geografis pertama kali diperkenalkan di Paris, Prancis pada awal abad ke-20 dengan istilah Appellation d’Origine Contrôlée, di mana perlindungan dan pengakuan atas sebuah produk diberikan kepada keju Roquefort saat itu. Sistem tersebut dengan tegas menyatakan, hanya keju yang dihasilkan dari susu domba ras Lacaune dan Manech asli keturunan Basco-Bearnaise serta diolah-disimpan dalam gua-gua Combalou di wilayah Roqueforty-sur-Soulzon saja yang boleh menyandang nama Keju Roquefort. Keju yang dihasilkan di luar ketentuan tersebut tidak bisa menggunakan nama Roquefort. Hal tersebut dilakukan oleh Pemerintah Prancis saat itu untuk mencegah terjadinya saling klaim dan saling berebut nama antar pihak atau wilayah atas keberadaan produk-roduk seperti keju, wine, dan mentega. Prinsip-prinsip itulah yang kemudian pada saat ini lebih dikenal secara global dengan istilah Indikasi Geografis.
Perlindungan dan pengakuan hukum bagi sebuah produk yang dihasilkan suatu daerah menjadi penting, karena di situ ada nilai ekonomis. Tak hanya untuk melindungi keberadaan sebuah produk, Indikasi Geografis sebagai indikator kualitas juga berperan menjaga hak konsumen untuk mendapatkan nilai orisinalitas dari sebuah produk. Indikasi Geografis tidak melulu soal perlindungan dan pengakuan hukum. Saat ini, Indikasi Geografis juga telah menjadi strategi bisnis yang dapat memberikan nilai tambah komersial sebuah produk karena orisinalitas dan limitasi produk yang tidak bisa diproduksi daerah lain.
Seperti halnya perlindungan merek, Indikasi Geografis juga mensyaratkan adanya suatu proses permohonan pendaftaran kepada pihak berwenang yang menangani hal tersebut. Bedanya, Indikasi Geografis harus mengatasnamakan daerah atau wilayah dan masyarakatnya. Untuk Indonesia, Indikasi Geografis kewenangannya berada di Kementerian Hukum dan HAM. Indikasi Geografis tidak mengenal batas waktu perlindungan, sepanjang unsur-unsur yang menjadi dasar keunggulannya, seperti reputasi, kualitas, dan karakter dapat terjaga dan dipertahankan.
Perlindungan sistem Indikasi Geografis secara internasional diatur dalam Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights di bawah WTO (World Trade Organization). Berlaku universal, Indikasi Geografis tidak boleh bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum. Di Indonesia, Indikasi Geografis diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa pembinaan Indikasi Geografis dilakukan oleh pemerintah pusat bersama dengan pemerintah daerah dan masyarakat. Pembinaan yang dimaksud meliputi persyaratan permohonan, pendaftaran, pemanfaatan dan komersialisasi, sosialisasi, pemetaan potensi produk, pelatihan dan pendampingan, pemantauan, evaluasi, perlindungan pada fasilitas pengembangan, pengolahan, dan pemasaran produk.
UNDERSTAND WHAT IS GEOGRAPHICAL INDICATION
Nama Klien
Arto Biantoro
Project
Buku Branding
Brand
Namanya Apa?
Date
2020 – saat ini
Description
Komunikasi, & Kreatif