MPIG Cengkih Minahasa – Sulawesi Utara

Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) adalah kesatuan produsen dan pelaku usaha yang mewakili masing-masing wilayah geografisnya untuk mampu menjaga identitas, kualitas, dan standar produksi, serta menjamin tidak adanya potensi penyalahgunaan atas produk yang telah mendapat perlindungan Indikasi Geografis.

 

—-

 

Dalam kisah besar jalur rempah nusantara, cengkih telah menjadi penanda sejarah, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Sulawesi Utara, khususnya Minahasa. Memasuki awal abad 19, tanaman cengkih yang dibawa dari Maluku ditanam secara bersamaan oleh sebagian besar warga Minahasa. Kebanyakan benih cengkih yang didatangkan ke Minahasa adalah hasil persilangan antara cengkih asal Ternate dengan cengkih asal Madagaskar. Tanaman cengkih tumbuh subur dalam waktu relatif pendek. Hanya butuh 5 sampai 10 tahun, masyarakat Minahasa sudah bisa memetik hasilnya. Dalam sejumlah catatan, cengkih di Minahasa mulai ditanam pada tahun 1878.

 

Aroma dan kualitas Cengkih Minahasa yang tumbuh di daerah pegunungan ternyata lebih baik dari produksi cengkih yang dihasilkan di daerah lain. Cengkih telah mendongkrak perekonomian tidak hanya bagi pemilik kebun, tetapi juga buat seluruh orang yang berada di mata rantai produksi dan distribusi. Pada era 1970-an Cengkih Minahasa pernah berada pada masa ke-emasannya, di mana total area lahan cengkih mencapai 15.357 hektar dan dapat menyerap tenaga kerja 400 ribu lebih orang, sementara jumlah masyarakat usia produktif di Minahasa saat itu hanya sekitar 200 ribu orang.

 

Kebangkitan ketiga perekonomian cengkih di Minahasa mulai terjadi pada awal abad-21.  Meskipun belum mencapai puncak kejayaan seperti yang pernah dialaminya pada masa kebangkitan pertama dan kedua dahulu, namun perekonomian cengkih di Minahasa saat ini mulai merebut kembali kedudukannya sebagai salah satu penyumbang terbesar terhadap pendapatan pemerintah daerah maupun kesejahteraan warga setempat. Rata-rata tingkat produksi Cengkih Minahasa saat ini bisa mencapai 18.742 ton cengkih kering.

 

Selama tiga dasawarsa terakhir, Minahasa mencatat rekor baru sebagai penghasil cengkih terbesar secara nasional, melampaui Kepulauan Maluku sebagai daerah asal tanaman rempah legendaris tersebut. Berkaca dari potensi besar cengkih, dan untuk menjaga keberlanjutannya, maka segenap masyarakat Minahasa dari mulai petani hingga pemangku kepentingan bersama-sama memperjuangkan Cengkih Minahasa untuk mendapatkan perlindungan dan pengakuan melalui indikasi geografis. Pada Agustus 2015, Masyarakat Perlindungan Cengkih Minahasa (MPCM) berhasil mengantarkan Cengkih Minahasa untuk mendapatkan sertifikasi indikasi geografis. Masyarakat Minahasa, patut berbangga karena cengkih dari daerahnya telah diakui sepenuhnya sebagai komoditi unggulan.

Indikasi Geografis adalah tanda yang menunjukkan dari mana suatu produk berasal, yang karena faktor geografis seperti alam dan manusia atau keduanya menghasilkan reputasi, kualitas, dan karakter tertentu. Sebagai hak eksklusif yang diberikan negara kepada daerah asal suatu produk, Indikasi Geografis bersifat teritoris dan lokalitas, yang secara tegas tidak bisa digunakan untuk produk sejenis yang dihasilkan dari wilayah lain. 

 

Sistem Indikasi Geografis pertama kali diperkenalkan di Paris, Prancis pada awal abad ke-20 dengan istilah Appellation d’Origine Contrôlée, di mana perlindungan dan pengakuan atas sebuah produk diberikan kepada keju Roquefort saat itu. Sistem tersebut dengan tegas menyatakan, hanya keju yang dihasilkan dari susu domba ras Lacaune dan Manech asli keturunan Basco-Bearnaise serta diolah-disimpan dalam gua-gua Combalou di wilayah Roqueforty-sur-Soulzon saja yang boleh menyandang nama Keju Roquefort. Keju yang dihasilkan di luar ketentuan tersebut tidak bisa menggunakan nama Roquefort. Hal tersebut dilakukan oleh Pemerintah Prancis saat itu untuk mencegah terjadinya saling klaim dan saling berebut nama antar pihak atau wilayah atas keberadaan produk-roduk seperti keju, wine, dan mentega. Prinsip-prinsip itulah yang kemudian pada saat ini lebih dikenal secara global dengan istilah Indikasi Geografis.

Perlindungan dan pengakuan hukum bagi sebuah produk yang dihasilkan suatu daerah menjadi penting, karena di situ ada nilai ekonomis. Tak hanya untuk melindungi keberadaan sebuah produk, Indikasi Geografis sebagai indikator kualitas juga berperan menjaga hak konsumen untuk mendapatkan nilai orisinalitas dari sebuah produk. Indikasi Geografis tidak melulu soal perlindungan dan pengakuan hukum. Saat ini, Indikasi Geografis juga telah menjadi strategi bisnis yang dapat memberikan nilai tambah komersial sebuah produk karena orisinalitas dan limitasi produk yang tidak bisa diproduksi daerah lain.

 

Seperti halnya perlindungan merek, Indikasi Geografis juga mensyaratkan adanya suatu proses permohonan pendaftaran kepada pihak berwenang yang menangani hal tersebut. Bedanya, Indikasi Geografis harus mengatasnamakan daerah atau wilayah dan masyarakatnya. Untuk Indonesia, Indikasi Geografis kewenangannya berada di Kementerian Hukum dan HAM. Indikasi Geografis tidak mengenal batas waktu perlindungan, sepanjang unsur-unsur yang menjadi dasar keunggulannya, seperti reputasi, kualitas, dan karakter dapat terjaga dan dipertahankan. 

 

Perlindungan sistem Indikasi Geografis secara internasional diatur dalam Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights di bawah WTO (World Trade Organization). Berlaku universal, Indikasi Geografis tidak boleh bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum. Di Indonesia, Indikasi Geografis diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016.  Undang-undang tersebut menyatakan bahwa pembinaan Indikasi Geografis dilakukan oleh pemerintah pusat bersama dengan pemerintah daerah dan masyarakat. Pembinaan yang dimaksud meliputi persyaratan permohonan, pendaftaran, pemanfaatan dan komersialisasi, sosialisasi, pemetaan potensi produk, pelatihan dan pendampingan, pemantauan, evaluasi, perlindungan pada fasilitas pengembangan, pengolahan, dan pemasaran produk. 

UNDERSTAND WHAT IS GEOGRAPHICAL INDICATION

Nama Klien
Arto Biantoro

Project
Buku Branding

Brand
Namanya Apa?

Date
2020 – saat ini

Description
Komunikasi, & Kreatif

TERTARIK UNTUK BERKOLABORASI ?
Bahasa / English