Mayarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) adalah kesatuan produsen dan pelaku usaha yang mewakili masing-masing wilayah geografisnya untuk mampu menjaga identitas, kualitas, dan standar produksi, serta menjamin tidak adanya potensi penyalahgunaan atas produk yang telah mendapat perlindungan Indikasi Geografis.
Aceh memiliki beragam keunikan, seperti budaya, kuliner hingga alamnya yang indah. Selain itu, Aceh juga dikenal sebagai salah satu penghasil kopi arabika terbesar, tak hanya di Indonesia, namun juga di Asia dengan kualitas yang baik di level dunia. Kopi Arabika Gayo merupakan varietas kopi yang berasal dari dataran tinggi yang membujur sepanjang Aceh Tengah, Bener Meriah hingga Gayo Lues.
Berada pada ketinggian 900 hingga 1.700 mdpl, perkebunan Kopi Gayo dikembangkan sejak era kolonial Belanda, tepatnya pada tahun 1926. Bisa dikatakan, kebun kopi di dataran tinggi Gayo adalah kebun kopi terluas di Indonesia. Kopi Arabika Gayo adalah salah satu komoditas unggulan yang dimiliki Indonesia. Keberadaan kopi arabika yang tersebar di seluruh Indonesia terdiri lebih dari 24 varietas. Melalui penelitian panjang yang dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk Kementerian Pertanian, maka pada 2010 ditetapkanlah bahwa kopi arabika Gayo sebagai varietas unggulan. Sejak itulah, melalui upaya Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo (MPKG) yang merupakan komunitas masyarakat perkopian, Kopi Arabika Gayo akhirnya mendapat perlindungan dan pengakuan hukum Indikasi Geografis atas karakter, kualitas, proses pengolahan, dan reputasinya di lintasan perdagangan kopi. Kopi Arabika Gayo memang memiliki kualitas terbaik di skala perdagangan kopi dunia. Nama Gayo selalu ada di deretan papan atas untuk bicara tentang kopi.
Perjuangan MPKG sejak Kopi Arabika Gayo ditetapkan sebagai varietas kopi unggulan pada 2010 juga telah membuahkan hasil lainnya. Pada tahun 2015, Kopi Arabika Gayo mendapat hak paten merek dagang dan desain di Uni Eropa melalui Office for Harmonization in the Internal Market (OHIM). Pendaftaran di Uni Eropa, merupakan yang pertama dilakukan di Indonesia.
Indikasi Geografis adalah tanda yang menunjukkan dari mana suatu produk berasal, yang karena faktor geografis seperti alam dan manusia atau keduanya menghasilkan reputasi, kualitas, dan karakter tertentu. Sebagai hak eksklusif yang diberikan negara kepada daerah asal suatu produk, Indikasi Geografis bersifat teritoris dan lokalitas, yang secara tegas tidak bisa digunakan untuk produk sejenis yang dihasilkan dari wilayah lain.
Sistem Indikasi Geografis pertama kali diperkenalkan di Paris, Prancis pada awal abad ke-20 dengan istilah Appellation d’Origine Contrôlée, di mana perlindungan dan pengakuan atas sebuah produk diberikan kepada keju Roquefort saat itu. Sistem tersebut dengan tegas menyatakan, hanya keju yang dihasilkan dari susu domba ras Lacaune dan Manech asli keturunan Basco-Bearnaise serta diolah-disimpan dalam gua-gua Combalou di wilayah Roqueforty-sur-Soulzon saja yang boleh menyandang nama Keju Roquefort. Keju yang dihasilkan di luar ketentuan tersebut tidak bisa menggunakan nama Roquefort. Hal tersebut dilakukan oleh Pemerintah Prancis saat itu untuk mencegah terjadinya saling klaim dan saling berebut nama antar pihak atau wilayah atas keberadaan produk-roduk seperti keju, wine, dan mentega. Prinsip-prinsip itulah yang kemudian pada saat ini lebih dikenal secara global dengan istilah Indikasi Geografis.
Perlindungan dan pengakuan hukum bagi sebuah produk yang dihasilkan suatu daerah menjadi penting, karena di situ ada nilai ekonomis. Tak hanya untuk melindungi keberadaan sebuah produk, Indikasi Geografis sebagai indikator kualitas juga berperan menjaga hak konsumen untuk mendapatkan nilai orisinalitas dari sebuah produk. Indikasi Geografis tidak melulu soal perlindungan dan pengakuan hukum. Saat ini, Indikasi Geografis juga telah menjadi strategi bisnis yang dapat memberikan nilai tambah komersial sebuah produk karena orisinalitas dan limitasi produk yang tidak bisa diproduksi daerah lain.
Seperti halnya perlindungan merek, Indikasi Geografis juga mensyaratkan adanya suatu proses permohonan pendaftaran kepada pihak berwenang yang menangani hal tersebut. Bedanya, Indikasi Geografis harus mengatasnamakan daerah atau wilayah dan masyarakatnya. Untuk Indonesia, Indikasi Geografis kewenangannya berada di Kementerian Hukum dan HAM. Indikasi Geografis tidak mengenal batas waktu perlindungan, sepanjang unsur-unsur yang menjadi dasar keunggulannya, seperti reputasi, kualitas, dan karakter dapat terjaga dan dipertahankan.
Perlindungan sistem Indikasi Geografis secara internasional diatur dalam Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights di bawah WTO (World Trade Organization). Berlaku universal, Indikasi Geografis tidak boleh bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum. Di Indonesia, Indikasi Geografis diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa pembinaan Indikasi Geografis dilakukan oleh pemerintah pusat bersama dengan pemerintah daerah dan masyarakat. Pembinaan yang dimaksud meliputi persyaratan permohonan, pendaftaran, pemanfaatan dan komersialisasi, sosialisasi, pemetaan potensi produk, pelatihan dan pendampingan, pemantauan, evaluasi, perlindungan pada fasilitas pengembangan, pengolahan, dan pemasaran produk.
UNDERSTAND WHAT IS GEOGRAPHICAL INDICATION
Nama Klien
Arto Biantoro
Project
Buku Branding
Brand
Namanya Apa?
Date
2020 – saat ini
Description
Komunikasi, & Kreatif